Beban Kerja Mental
MODUL 3
MATKUL : ERGONOMI DAN K3
MATERI : Beban Kerja Mental
Beban Kerja Mental
A. Definisi Beban Kerja Mental
Menurut Henry R. Jex, 1998, dalam bukunya
“Human Mental Workload”, beban kerja mental adalah: "Beban kerja yang merupakan selisih antara tuntutan beban kerja
dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental seseorang dalam kondisi
termotivasi”.
Beban kerja mental yang berlebihan akan
mengakibatkan adanya stres kerja. Menurut Lazarus (dalam Fraser, 1992)
mengatakan bahwa stres kerja adalah kejadian–kejadian disekitar kerja yang
merupakan bahaya atau ancaman seperti rasa takut, cemas, rasa bersalah, marah
sedih, putus asa, bosan, dan timbulnya stres kerja disebabkan beban kerja yang
diterima melampaui batas–batas kemampuan pekerja yang berlangsung dalam waktu
yang relatif lama pada situasi dan kondisi tertentu.
Stoner (1986) mengatakan bahwa pekerjaan
yang berbeda bagi setiap pekerja akan menimbulkan tingkat stres kerja yang
berbeda pula. Stres kerja berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap aspek–aspek pekerjaan terutama terhadap motif berprestasi yang kelak
akan berhubungan dengan proses kerja.
B. Dampak Beban Kerja Mental Berlebihan
Ada beberapa gejala yang merupakan dampak
dari kelebihan beban mental berlebih, seperti yang diterangkan oleh Hancock dan
Meshkati (1988), yaitu:
a. Gejala fisik
Sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut,
gangguan pola tidur lesu, kaku leher belakang sampai punggung, napsu makan
menurun dan lain-lain.
b. Gejala mental
Mudah lupa, sulit konsentrasi, cemas, was-was,
mudah marah, mudah tersinggung, gelisah, dan putus asa.
c. Gejala sosial atau perilaku
Banyak merokok, minum alkohol, menarik diri, dan
menghindar.
C. Pengendalian Beban Kerja Mental Berlebihan
Cara mencegah dan mengendalikan stres
kerja menurut Sauter (1990) dalam Prihatini (2007) adalah sebagai berikut
a. Beban kerja mental harus disesuaikan
dengan kemampuan dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan
menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan.
b. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap
tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
c. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan
untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.
d. Membentuk lingkungan sosial yang sehat
yaitu antara pekerja yang satu dengan yang lain.
e. Tugas-tugas harus harus didesain untuk
dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan
keterampilannya.
D. Pengukuran Beban Kerja Mental
1) Metode Pengukuran Obyektif
Berdasarkan Widyanti dkk. (2010), Beban
kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis (karena terkuantifikasi
dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif). Kelelahan
mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh
dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain :
a. Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye
blink rate)
Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat
beban kerja yang dialami oleh seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan
lelah biasanya durasi kedipan matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang
bekerja ringan (tidak terbebani mental maupun psikisnya), durasi kedipan
matanya relatif cepat.
b. Flicker test
Alat ini dapat menunjukkan perbedaan performansi
mata manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap individu. Perbedaan
nilai flicker ini umumnya sangat dipengaruhi oleh berat/ringannya pekerjaan,
khususnya yang berhubungan dengan kerja mata.
c. Pengukuran kadar asam saliva
Memasang alat khusus untuk mengetahui beban kerja
yang diterima pekerjayang melibatkan mulut, terutama dihasilkan oleh tiga
pasang kelenjar liur utama yang terletak diluar rongga mulut.
2) Metode Pengukuran Subjektif
Sedangkan metode pengukuran beban kerja
secara suyektif menurut Widyanti dkk. (2010) merupakan pengukuran beban kerja
mental berdasarkan persepsi subjektif responden/pekerja. Berikut ini merupakan
beberapa jenis metode pengukuran subjektif :
a. National Aeronautics and Space
Administration Task Load Index (NASA-TLX)
b. Subjective Workload Assessment Technique
(SWAT)
c. Modified Cooper Harper Scaling
d. Multidescriptor Scale
e. Rating Scale Mental Effort (RSME)
Tahapan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara
Subjektif:
a. Menentukan faktor-faktor beban kerja
mental pekerjaan yang diamati.
b. Menentukan range dan nilai interval.
c. Memilih bagian faktor beban kerja yang
signifikan untuk tugas-tugas yang spesifik.
d. Menentukan kesalahan subjektif yang
diperhitungkan berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban kerja.
Tujuan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara
Subjektif:
a. Menentukan skala terbaik berdasarkan
perhitungan eksperimental dalam percobaan.
b. Menentukan perbedaan skala untuk jenis
pekerjaan yang berbeda.
c. Mengidentifikasi faktor beban kerja mental
yang secara signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan subjektif
dengan menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu.
Dari beberapa metode tersebut metode yang
paling banyak digunakan dan terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah
NASA-TLX dan SWAT (Hancock dan Meshkati, 1988).
3) Metode NASA-TLX
A. Definisi NASA-TLX
Metode NASA-TLX merupakan metode yang
digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang
harus melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Metode ini di kembangkan
oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari
San Jose State University pada tahun 1981 berdasarkan munculnya kebutuhan
pengukuran subjektif yang terdiri dari skala sembilan faktor (kesulitan tugas,
tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi,
frustasi, stress dan kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi
menjadi 6 yaitu Mental demand (MD), Physical demand (PD), Temporal demand (TD),
Performance (P), Effort (E), Frustation level (FR).
i.
Faktor
yang berhubungan dengan pekerjaan:
Ø
Mental
demands (MD) Aktifitas mental dan persepsi yang dibutuhkan (berpikir,
memutuskan, menghitung, mengingat, memperhatikan, mencari). Apakah hal tersebut
mudah atau sulit untuk dikerjakan, sederhana atau kompleks, memerlukan
ketelitian atau tidak.
Ø
Physical
demands (PD) Aktifitas fisik yang dibutuhkan (mendorong, menarik, memutar,
mengontrol, mengoperasikan). Apakah tugas tersebut mudah atau sulit dikerjakan,
gerakan yang dibutuhkan cepat atau lambat, melelahkan atau tidak.
Ø
Temporal
demands (TD). Tekanan waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas. Apakah
pekerjaan yang dilakukan cepat atau lambat.
ii.
Faktor
yang berhubungan dengan subyek/pekerja
Ø
Own
performance (OP) Seberapa sukses seorang pekerja menyelesaikan pekerjaan yang ditetapkan oleh atasan pekerja
tersebut. Apakah pekerja tersebut puas dengan performansinya saat mengerjakan
pekerjaannya.
Ø
Effort
(EF). Seberapa keras usaha pekerja harus bekerja untuk mencapai tingkat
performansi waktu dia bekerja.
Ø
Frustation
(FR). Tingkat keamanan, tidak bersemangat, perasaan terganggu, dan stress bila
dibandingkan dengan perasaan aman dan santai selama pekerja bekerja
NASA-TLX (Nasa Task Load Index) adalah
suatu metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif. Pengukuran metode
NASA-TLX dibagi menjadi dua tahap, yaitu perbandingan tiap skala (Paired
Comparison) dan pemberian nilai terhadap pekerjaan (Event Scoring).
B. Indikator NASA-TLX
Dalam melakukan pengukuran NASA-TLX
terdapat 6 indikator yang harus diperhatikan (Hancock dan Meshkati, 1988),
yaitu:
Tabel 6.1 Indikator NASA-TLX
C. Pengukuran metode NASA-TL
Langkah-langkah pengukuran dengan
menggunakan NASA TLX adalah sebagai berikut (Hancock dan Meshkati, 1988):
1) Pembobotan
Pada bagian ini responden diminta untuk memilih
salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban
kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX yang diberikan
berupa perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari
setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally menjadi bobot
untuk tiap indikator beban mental. Berikut tabel perbandingan indikator NASA
TLX:
Tabel 6.2 Perbandingan Indikator
2) Pemberian Rating
Pada bagian ini responden diminta memberi rating
terhadap keenam indikator beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif
tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan
skor beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan
kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
Berikut skala rating dari NASA TLX:
3) Menghitung nilai produk
Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot
faktor untuk masing-masing deskriptor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai
produk untuk 6 indikator (MD, PD, TD, CE, FR, EF):
Produk = rating x bobot faktor
4) Menghitung Weighted Workload (WWL)
Diperoleh dengan menjumlahkan keenam nilai produk
5) Menghitung rata-rata WWL
Diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot
total
6) Interpretasi Skor
Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981)
dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam tiga bagian
yaitu:
Tabel 4.3 Skor NASA-TLX
Output yang dihasilkan dari pengukuran
dengan NASA-TLX ini berupa tingkat beban kerja mental yang dialami oleh
pekerja. Hasil pengukuran dapat menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan
rekomendasi, misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang
memiliki skor di atas 80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang
memiliki beban kerja di bawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya.
Ø
Contoh kasus pengukuran metode NASA-TLX
Pada kasus ini pengukuran beban kerja mental
dilakukan pada pekerjaan pada bidang transportasi, khususnya pada pekerjaan
sebagai supir angkutan umum, supir taksi dan supir travel pada salah satu
terminal yang ada di Yogyakarta. Berikut langkah-langkah pengerjaannya:
A. Pembobotan
Kuisioner perbandingan indikator pada
Tabel 4.4 disebar kepada 3 reponden yang bekerja pada satu tempat yang sama.
Kemudian dilakukan rekapitulasi pada jumlah tally kuisioner yang disebarkan
sehingga mendapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 6.4 Indikator
Tabel 6.5 Data Pembobotan Kuisioner
B. Pemberian Rating
Pemberian rating didapatkan dari lembar
pengamatan yang telah diisi oleh ketiga operator setelah menyelesaikan BKM
Test, operator diminta untuk memberikan rating terhadap indikator beban mental
dan rating yang diberikan bersifat subjektif sesuai dengan beban mental yang
dirasakan oleh operator terhadap masing-masing pekerjaannya. Hasil dapat
dilihat pada Tabel 4.6. sebagai berikut :
Tabel 6.6. Data Hasil Rating
A. Nilai Produk
Nilai Produk diperoleh dengan mengalikan
rating dengan bobot faktor. Dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6
indikator (MD, PD, TD, P, EF, FR) pada masing-masing tipe soal, hasilnya pada
Tabel 4.7. sebagai berikut:
Tabel 6.7. Total Nilai Produk
B. Weighted Workload (WWL)
Weighted Workload diperoleh dengan
menjumlahkan keenam nilai produk, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.8.
sebagai berikut:
Tabel 6.8. Total Nilai Weighted Workload
C. Rata-rata WWL
Rata-rata Weighted Workload diperoleh
dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total yaitu 15, hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 4.9. sebagai berikut:
Tabel 6.9. Perhitungan Rata-rata Weighted
Workload
D. Interpretasi Skor NASA-TLX
Dari total rata-rata WWL yang didapatkan kemudian
dihubungkan dengan skor NASA-TLX untuk menentukan golongan beban kerja.
Didapatkan kategori untuk setiap tipe soal pada Tabel 6.6. sebagai berikut:
Tabel 6.10. Kategori Penilaian Beban Kerja
E. Analisi Hasiil ; Beban
Kerja mental supir angkutan umum
Berdasarkan perhitungan beban kerja yang
telah dilakukan dengan menggunakan metode NASA-TLX, beban kerja mental pada
operator 1 yang bekerja sebagai supir angkutan umum sebesar 63,33. Maka berdasarkan
nilai tersebut, beban kerja yang dialami oleh operator 1 berada pada 50-79 yang
artinya beban kerja tinggi. Faktor dominan yang diakibatkan dari beban kerja
yang tinggi pada operator 1 adalah faktor kekuatan fisik, dimana dari hasil
perhitungan dapat dilihat bahwa salah satu aktivitas yang membuat operator 1
terbebani adalah dalam hal kebutuhan fisik (PD) dimana operator 1 yang berusia
> 40 tahun dituntut untuk bekerja sebagai supir angkutan umum yang
berkeliling kota mencari penumpang dari pagi hingga sore hari sehingga
membutuhkan energi yang banyak dalam melakukan pekerjaannya.
Terimakasih, sangat membantu
BalasHapus